Senin, 13 Desember 2010

goegrafi pertanian

TEKNIK PENGOLAHAN LAHAN BERBUKIT DAN KRITIS




Oleh :
Yulianus Rusandi
080401050033




UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
2010

TEKNIK PENGOLAHAN LAHAN BERBUKIT DAN KRITIS
Lahan adalah suatu wilayah daratan di permukaan bumi yang ciri-cirinya mencakup semua tanda pengenal atmosfer, tanah, geologi, relief dan populasi tumbuhan dan hewan, baik yang bersifat mantap maupun mendaur serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan masa kini, sejauh hal-hal tadi berpengaruh signifikan atas penggunaan lahan pada masa kini dan masa mendatang (disadur dari FAO, 1977). Jadi lahan mempunyai ciri alami dan budaya.
Lahan akan bermakna bermacam-macam bagi bermacam-macam orang, tergantung pada pandangan seseorang terhadap lahan. Bagi seorang petani, lahan adalah kehidupan. Bagi penduduk kota, lahan adalah ruang atau tempat untuk mendirikan rumah atau bangunan lain. Bagi seorang pedagang, lahan adalah barang perekonomian yang dapat diperjualbelikan. Bagi seorang pengusaha tambang, lahan adalah longgolakan cebakan logam, batu bara atau minyak bumi. Bagi seorang anak, lahan adalah tempat berbain (chryst dan Pendleton, jr, 1958)
Lahan memunculkan dua masalah pokok, yaitu bagaimana hendaknya lahan digunakan dan bagaimana hak atas lahan di agihkan keberhasilan mengantisipasi perubahan keadaan masa depan (chryst dan Pendleton, jr, 1958). Perbedaan pandangan mengenai lahan dan fakta penggunaan lahan menyulitkan pencarian yang tepat atas kedua soal tersebut. Selain itu, pada pemanfaatan lahan terdapat beberapa faktor penghambat yang kurang mendukung bila dimanfaatkan. Untuk itu diperlukan teknik dalam pengolahan lahan.

A. Lahan Perbukitan
Semakin tinggi kemiringan suatu lahan maka tingkat erosi makin besar. Jika tanahnya terbentuk dari hasil vulkanis (letusan gunung api), maka tanahnya subur. Pada kawasan dataran rendah antara dua pegunungan (inter-mountain plain) dapat terbentuk endapan alluvial yang subur.
Lahan perbukitan yang potensial di Indonesia banyak dijumpai pada kawasan perbukitan yang hutannya masih baik (belum rusak).

1. Lahan Perbukitan Memiliki Ciri-Ciri:
 kemiringan 15 - 30%.
 perbedaan tinggi 10 - 300 m dari permukaan laut.
 kesuburan tanah tergantung pada batuan induk dan tingkat pelapukan.
Hubungan antara kemiringan dengan topografi
Symbol Kemiringan lereng topografi
1
2
3
4
5
6
7
8 Kurang dari 3%
3 - 15%
15 - 30%
30 - 50%
50 - 80%
80 - 100%
100 - 150%
150% - ke atas Datar
Berombak
Bergelombang
Berbukit
Curam
Sangat Curam
Terjal
Sangat Terjal

2. Pemanfaatan Lahan Di Perbukitan
Lahan di perbukitan umumnya dimanfaatkan untuk perkebunan, perhutanan, dan wisata pegunungan.
Kendala dalam pemanfaatan kawasan perbukitan antara lain:
a) terjadinya tanah longsor
b) Erosi
c) soil creep (tanah merayap).
Hal ini disebabkan lahan di kawasan perbukitan memiliki kemiringan yang relatif besar dibandingkan dengan lahan di pantai maupun di dataran rendah

3. Pelestarian Lahan Di Perbukitan
Usaha pencegahan terjadinya lahan kritis di perbukitan antara lain:
a. Penanaman pohon pelindung (tanaman penutup tanah)
Fungsinya untuk menghambat penghancuran tanah lapisan atas oleh air hujan. Jenis tanaman yang paling cocok adalah tanaman reboisasi (pinus, jati, rasamala, dan cemara).
b. Penanaman secara kontur
Yaitu melakukan penanaman searah dengan garis kontur. Fungsinya untuk menghambat kecepatan aliran air dan memperbesar resapan air.
c. Penggunaan tehnik pengolahan lahan secara baik
Yaitu pengolahan tanah menurut garis kontur. Fungsinya untuk menghambat aliran air.
d. Pembuatan teras. (sengkedan/terrassering)
Fungsinya untuk mengurangi panjang lereng, memperbesar resapan air, dan mengurangi erosi.
e. Pembuatan tanggul/guludan bersaluran
Fungsinya agar air hujan dapat tertampung dan meresap dalam tubuh

B. Lahan Kritis

1. Pengertian Lahan Kritis
Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik, kimia, dan biologis atau lahan yang tidak mempunyai nilai ekonomis. Untuk menilai kritis tidaknya suatu lahan, dapat dilihat dari kemampuan lahan tersebut. Sedangkan untuk mengetahui kemampuan suatu lahan dapat dilihat dari besarnya resiko ancaman atau hambatan dalam pemanfaatan lahan tersebut.

Berikut ini disajikan tabel yang menghubungkan, kelas kemampuan lahan dan resiko
ancaman/hambatan.

Tabel11.0: Kelas kemampuan lahan, sifat, dan resiko ancaman.

Kelas Topografi Sifat lahan Resiko ancaman
1.




2.



3.





4.




5.


6.



7.



8. hampir datar




lereng landai



lereng miring bergelombang




lereng miring dan berbukit



datar


lereng agak curam



lereng curam



lereng sangat curam
pengairan baik, mudah
diolah, kemampuan
menahan air baik, subur,
dan respon terhadap pupuk.

struktur tanah kurang baik, pengolahan harus hati-hati,
mengandung garam natrium.

untuk tanaman semusim tanahnya padas, kemampuan
menahan air rendah,
kandungan garam natrium
sedang

lapisan tanah tipis, kemam-
puan menahan air rendah,
kandungan garam natrium
tinggi.

tidak cocok untuk pertanian, tanahnya berbatu-batu

tanah berbatu-batu,
mengandung garam natrium sangat tinggi

tanah berbatu, hanya padang rumput



berbatu dan kemampuan menahan air sangat rendah ancaman erosi kecil, tidak terancam banjir.



ada ancaman erosi, terancam banjir


mudah tererosi





sangat mudah tererosi dan sering banjir.



selalu tergenang air


erosi kuat, tidakcocok untuk pertanian.

untuk erosi sangat kuat, perakaran sangat dangkal


tidak cocok untuk pertanian,
lebih sesuai dibiarkan (alami)


Bila ditinjau dari faktor penghambatnya, lahan kritis dapat dibagi menjadi :
1) Kritis fisik
Termasuk didalam kategori kritis fisik adalah tanah yang secara fisik telah mengalami kerusakan, sehingga dalam mengusahakannya perlu masukan investasi yang cukup besar.
Ciri visual yang dapat dilihat di lapangan dari lahan berbukit dan kritis ini adalah:
a) Tanah mempunyai kedalaman solum yang dangkal dengan top soil produktif yang tipis atau yang telah hilang sama sekali.
b) Pada bagian tertentu atau keseluruhan dapat dilidat adanya lapisan padas, sub soil, atau bahan induk tanah yang tersembul di permukaan.
2) Kritis kimia
Termasuk didalam tanah kritis kimia adalah tanah yang bila ditinjau dari tingkat kesuburan kimiawi, salinitas tidak memberikan dukungan positif apabila tanah tersebut diusahakan sebagai lahan pertanian
a) Tanah menunjukan gejala penurunan produktifitas
b) Tanah mempunyai solum yang dangkal dan top soil yang produktif yang tipis atau yang telah hilang sama sekali
c) Pada bagian tertentu atau keseluruhan dapat dilihat adanya lapisan pada sub soil atau induk tanah yang tersembul di permukaan
3) Kritis sosial ekonomi
Termasik dalam kategori ini adalah tanah-tanah kritis dan terlantar sebagai akibat beberapa faktor sosial ekonomi sebagai kendala dalam usaha-usaha penyalahgunaan lahan tersebut.
4) Kritis hidro-orologis
Tanah kritis disini keadaannya sedemikian rupa dimana tanah tidak mampu lagi mempertahankan fungsinya sebagai pengatur tata air. Hal ini disebabkan terganggunya daya penahan, penyerap dan penyimpanan air dari tanah.
Kondisi kritis hidro-orologis dapat dilihat dilapangan menurut banyaknya vegetasi yang tumbuh diatas tanah. Tanpa pemberian air, sebagian besar jenis vegetasi diatasnya tidak lagi tumbuh dan berkembang dengan baik dalam keadaan kritis
Faktor- Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Lahan Kritis, Antara Lain Sebagai Berikut:
 Kekeringan, biasanya terjadi di daerah-daerah bayangan hujan.
 Genangan air yang terus-menerus, seperti di daerah pantai yang selalu tertutup rawa-rawa.
 Erosi tanah dan masswasting yang biasanya terjadi di daerah dataran tinggi, pegunungan, dan daerah yang miring. Masswasting adalah gerakan masa tanah menuruni lereng.
 Pengolahan lahan yang kurang memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Lahan kritis dapat terjadi di dataran tinggi, pegunungan, daerah yang miring, atau bahkan di dataran rendah.
 Masuknya material yang dapat bertahan lama kelahan pertanian (tak dapat diuraikan oleh bakteri) misalnya plastic. Plastik dapat bertahan ± 200 tahun di dalam tanah sehingga sangat mengganggu kelestaian kesuburan tanah.




2. Ciri-Ciri Lahan Kritis

a. Ciri-ciri Lahan Kritis dilihat dari sudut Pertanian
1) Tidak Subur
Lahan tidak subur adalah lahan yang sedikit mengandung mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Umumnya lahan tidak subur terdapat di daerah yang resiko ancamannya besar (ancaman erosi dan banjir).
2) Miskin Humus
Lahan yang miskin humus umumnya kurang baik untuk dijadikan lahan pertanian, karena tanahnya kurang subur.
Tanah Humus adalah tanah yang telah bercampur dengan daun dan ranting pohon yang telah membusuk. Tanah humus dapat dijumpai di daerah yang tumbuhannya lebat, contohnya hutan primer. Sedangkan lahan yang miskin humus adalah lahan yang terdapat di daerah yang miskin atau jarang tumbuhan, contohnya kawasan pegunungan yang hutannya rusak.

b. Ciri-Ciri Lahan Kritis Untuk Permukiman
Ciri-ciri lahan kritis untuk permukiman yaitu:
1) Daya dukung tanah rendah,
artinya tidak mampu menahan beban dalam ton tiap satu meter kubik. Sehingga bila didirikan bangunan di atasnya, bangunan tersebut akan roboh (amblas).
2) Fluktuasi air tidak baik,
artinya air tanahnya terlalu dangkal atau terlalu dalam. Hal ini dapat mempengaruhi bangunan dan kesehatan penduduk yang tinggal di atas lahan tersebut.

3) Topografi
Topografi yang tidak cocok untuk permukiman adalah yang kemiringannya lebih dari 3%. Karena topografi dengan kemiringan lebih dari 3% resiko ancaman bencana alam seperti tanah longsor dan banjir besar. Hal ini dapat mengganggu kenyamanan hunian dan keamanan dari bencana alam tersebut.

3. Persebaran Lahan Kritis
Berikut ini akan dijelaskan tentang persebaran lahan kritis dan penyebabnya.
a. Lahan Kritis di Kawasan Pantai
Kawasan pantai akan menjadi lahan kritis, jika terjadi pengikisan pantai oleh gelombang laut (abrasi) yang kuat. Abrasi dapat menyebabkan lapisan sedimen (endapan) akan hancur dan lenyap. Peristiwa ini terjadi pada muara sungai yang pantainya terbuka dengan gelombang laut yang besar, seperti di daerah muara sungai Progo (DI. Yogyakarta) dan muara sungai Cimanuk (Jawa Barat).
b. Lahan Kritis di Kawasan Dataran Rendah
Lahan kritis di kawasan dataran rendah terjadi akibat adanya genangan air atau proses sedimentasi (pengendapan) bahan yang menutupi lapisan tanah yang subur. Genangan air terjadi karena tanahnya lebih rendah dari daerah sekitarnya, sehingga waktu hujan lebat terjadi banjir dan air menggenang. Lahan kritis di dataran rendah dapat dijumpai pada daerah sekitar Demak (jawa Tengah), Lamongan, Gresik, Bojonegoro, dan Tuban (Jawa Timur).

c. Lahan Kritis di Kawasan Pegunungan/Perbukitan
Lahan kritis di kawasan pegunungan terjadi akibat adanya longsor, erosi atau soil creep (tanah merayap). Lapisan tanah yang paling atas (top soil) terkelupas, sisanya tanah yang tandus bahkan sering merupakan batuan padas (keras). Hal ini sering terjadi di kawasan pegunungan dengan lereng terjal dan miskin tumbuhan penutup.
Lahan kritis di kawasan pegunungan banyak dijumpai pada pegunungan yang hutannya telah rusak. Lahan kritis kawasan pegunungan di Indonesia antara lain di pegunungan Kendeng Utara (Jawa Timur) dan sekitar gunung Ciremai (Jawa Barat).

C. Cara pemanfaatan dan Pelestarian Lahan Berbukit Dan Kritis
Agar lahan berbukit dan kritis dapat memberikan daya dukung terhadap kehidupan manusia dalam waktu yang relatif lama, maka harus dilakukan upaya pelestarian.
Usaha pelestarian lahan ini berkaitan erat dengan usaha pengawetan tanah atau pengontrolan erosi. Secara garis besar usaha pelestarian/pengawetan tanah dibagi menjadi dua, yaitu:


1. Metode Vegetatif
Metode vegetatif adalah metode pengawetan tanah dengan cara menanam vegetasi (tumbuhan) pada lahan yang dilestarikan. Metode ini sangat efektif (tepat) dalam pengontrolan erosi. Ada beberapa cara mengawetkan tanah melalui metode vegetatif antara lain:
a. Penghijauan
yaitu penanaman kembali lahan gundul dengan jenis tanaman tahunaan. Jenis tanamannya antara lain, akasia,angsana, flamboyan. Fungsinya untuk mencegah erosi, mempertahankan kesuburan tanah, dan menyerap debu/kotoran di udara lapisan bawah.
b. Reboisasi
yaitu penanaman kembali hutan gundul dengan jenis tanaman keras. Jenis tanamannya antara lain, pinus, jati, rasamala, dan cemara. Fungsinya untuk menahan erosi dan diambil hasilnya (kayunya).
c. Penanaman secara kontur (contour strip cropping)
yaitu menanam tanaman searah dengan garis kontur. Fungsinya untuk menghambat kecepatan aliran air dan memperbesar resapan air ke dalam tanah. Cara ini sangat cocok dilakukan pada lahan dengan kemiringan 3 - 8%.

d. Penanaman tumbuhan penutup tanah (bufering)
yaitu menanam lahan dengan tumbuhan keras (pinus, jati, cemara). Fungsinya untuk menghambat penghancuran tanah permukaan oleh air hujan, memperlambat erosi dan memperkaya bahan organik tanah.
e. Penanaman tanaman secara berbaris (strip cropping)
yaitu melakukan penanaman berbagai jenis tanaman secara berbaris (larikan). Penanaman berbaris tegak lurus terhadap arah aliran air atau arah angin.
Pada daerah yang hampir datar jarak tanaman diperbesar, pada kemiringan lebih dari 8% jarak tanaman dipersempit. Fungsinya untuk mengurangi kecepatan erosi dan mempertahankan kesuburan tanah.
f. Pergiliran tanaman (croprotation)
yaitu penanaman tanaman secara bergantian (bergilir) dalam satu lahan. Jenis tanamannya disesuaikan dengan musim. Fungsinya untuk menjaga agar kesuburan tanah tidak berkurang.

2. Metode Mekanik
Metode mekanik adalah metode mengawetkan tanah melalui tehnik-tehnik pengolahan tanah yang dapat memperlambat aliran air. Beberapa cara yang umum dilakukan pada metode mekanik antara lain:
a. Pengolahan tanah menurut garis kontur (contour village)
yaitu pengolahan tanah sejajar dengan garis kontur. Fungsinya untuk menghambat aliran air dan memperbesar resapan air.
b. Pembuatan tanggul/pematang/guludan bersaluran
Pembuatan tanggul sejajar dengan kontur. Fungsinya agar air hujan dapat tertampung dan meresap dalam tanah. Pada tanggulnya dapat ditanami palawija.
c. Pembuatan teras (terrassering)
yaitu membuat teras-teras (tangga-tangga) pada lahan miring dengan lereng yang panjang. Fungsinya untuk memperpendek panjang lereng, memperbesar resapan air dan mengurangi erosi.
d. Pembuatan saluran air (drainase)
Saluran pelepasan air ini dibuat untuk memotong lereng panjang menjadi lereng yang pendek. Sehingga aliran air dapat diperlambat dan mengatur aliran air sampai ke sungai.


D. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Lahan adalah suatu wilayah daratan bumi yang ciri-cirinya mencakup semua tanda pengenal atmosfer, tanah, geogoli, relief dan polulasi tumbuhan dan hewan, baik yang bersifat mantap maupun mendaur serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan masa kini, sejauh hal-hal tadi berpengaruh signifikan atas penggunaan lahan pada masa kini dan masa mendatang
2. Lahan Pegunungan/Perbukitan Memiliki Ciri-Ciri: kemiringan 15 - 30%, perbedaan tinggi 10 - 300 m dari permukaan laut, kesuburan tanah tergantung pada batuan induk dan tingkat pelapukan.
3. Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik, kimia, dan biologis
sehingga tidak mempunyai nilai ekonomi lagi.
Untuk menilai kritis tidaknya suatu lahan, dapat dilihat dari kemampuan lahan berdasarkan
besarnya resiko ancaman atau hambatan yang dihadapi dalam pemanfaatan lahan
tersebut.
4. Pemanfaatan dan pelestarian lahan berbukit dan kritis perlu dilakukan dengan pertimbangan bahwa lahan merupakan sumber daya alam yang potensial, sehingga dalam pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan upaya tersebut, diarahkan agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dalam waktu yang cukup lama.





































Daftar Pustaka


Munir, Moh.2003. Geologi Lingkungan. Malang: PT Banyumedia.
Romenah, modul Geografi I Lahan Potensial Dan Lahan Kritis, 2007.
Tim Geografi, Geografi I SMU, Jakarta: Yudistira, 1994.
Tim MGMP Geografi SMU DKI Jakarta, Geografi SMU IA, Jakarta: Erlangga, 1994.
http://m.antaranews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar